Kesatuan Tubuh Kristus yang Tangguh dan Relevan (1 Korintus 12 : 12 - 17)
Kesatuan
Tubuh Kristus yang Tangguh dan Relevan
1
Korintus 12 : 12 - 17
Oleh: Pdt. Refamati Gulo, M.Th.
Ilustrasi
Bayangkan sebuah orkestra besar yang sedang
mempersiapkan konser. Ada pemain biola yang sangat piawai, pemain
terompet yang penuh percaya diri, dan seorang pemain timpani yang
senang memukul keras agar terdengar dominan. Masing-masing memiliki keahlian
yang luar biasa, tetapi jika mereka tidak bermain dalam harmoni, tidak
mendengar konduktor, dan malah ingin menonjolkan diri sendiri, yang terjadi
bukanlah simfoni, tetapi kekacauan.
Demikian juga dalam tubuh Kristus. Ada 9 karunia-karunia yang Tuhan berikan (1 Kor. 12:8-10) yaitu: Karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, karunia berkata-kata dengan pengetahuan, kepada seorang Roh yang sama memberikan iman, karunia untuk menyembuhkan, kuasa untuk mengadakan mujizat, karunia untuk bernubuat, karunia untuk membedakan bermacam-macam roh, karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, karunia untuk menafsirkan bahasa roh. Karunia-karunia itu harusnya bukan menjadi alat untuk membanggakan diri atau membandingkan satu dengan yang lain, bukan dijadikan sebagai kesombongan, bukan dijadikan sebagai kebanggaan atau kemegahan, melainkan dijadikan sebagai pemersatu untuk memuliakan Allah. Ketika karunia digunakan untuk membangun ego, bukan membangun jemaat, tubuh Kristus menjadi terpecah dan kehilangan relevansinya di tengah dunia.
Pengantar
Dalam 2 Korintus 12, Rasul Paulus memberikan
teladan luar biasa. Meskipun ia memiliki pengalaman rohani yang luar biasa,
bahkan sampai ke tingkat penglihatan sorgawi, ia tidak menyombongkan diri. Ia
justru lebih senang membanggakan kelemahannya — agar kuasa Kristus menjadi
nyata. Paulus mengajarkan bahwa kesatuan dan kerendahan hati jauh lebih penting
daripada pengalaman rohani pribadi yang spektakuler.
Hari ini, kita akan belajar bersama bagaimana kita dapat menjadi tubuh Kristus yang tangguh dalam menghadapi perbedaan, dan relevan di tengah dunia, dengan cara menggunakan karunia kita bukan untuk memperpecah, tetapi untuk mempererat. Bukan untuk menyombongkan diri, tetapi untuk melayani dalam kasih.
Latar Belakang Surat
Korintus
Ketika Paulus tiba di Korintus pada musim
gugur tahun 50 M, kota itu sudah lebih dari satu abad berada di bawah
pemerintahan Romawi. Sebelumnya, Korintus adalah kota Yunani dengan sejarah
gemilang, tetapi dihancurkan oleh Mummius tahun 146 SM dalam perang dengan
Roma, dan selama seabad dibiarkan menjadi reruntuhan. Pada tahun 44 SM
perencanaan kota dipersiapkan dengan pola jaringan tradisonal Romawi setelah
Julius Caesar memutuskan menjadikanya koloni Romawi. Kota ini menjadi kedudukan
Gubernur Romawi untuk provinsi Akhaya, dan cepat berkembang menjadi kota dengan
penduduk lebih banyak daripada Atena. Selain itu, meskipun didirikan sebagai tempat
perkampungan prajurit serta orang-orang merdeka dari Italia, kota ini
dengan cepat menjadi pusat budaya dan pedangangan penting. Sejumlah
keluarga kaya Yunani tertarik pada daerah pemukiman yang bagus di pinggiran
kota Korintus. Mereka membangun rumah-rumah besar di lereng bukit Acrocorinth
dengan ketinggian 545 meter. Sehingga mereka ini yang kelak menduduki posisi-posisi
penting dalam pemerintahan kota Korintus. Prasasti-prasasti memberi bukti bahwa
banyak warga kota itu adalah kaum cendekiawan, bangsawan dan para penguasa. Pada
awal kekristenan, Isthmian Games dihidupkan kembali di bawah kepeimpinan Korintus.
Bandar-bandar yang melayani koloni ini adalah Lekhaeum dan Kengkrea. Peninggalan
purbakala di Kengkrea menunjukkan kejayaannya tidak hanya sebagai kota
bandar, tetapi juga kota satelit. Ketika Paulus menulis suratnya
kepada Jemaat di Roma, sudah ada jemaat di Kengkrea (Rm. 16:1).
Kengkrea adalah kota yang kaya budaya dan
penduduknya, seperti penduduk Atena, menyembah banyak dewa. Di antara dewa-dewi
itu, Dewi Aprodite yang paling dikenal. Waktu Korintus masih dikuasai Yunani,
dewi ini adalah dewi cinta, dan pelacuran adalah bagian dari upacara ritual di
kuilnya. Kemudian dewi ini diberi tempat penting kembali pada masa Romawi. Aprodite
dinyatakan sebagai ibu dari keluarga kekaisaran sehingga keberadaannya dalam
Korintus (wilayah) Romawi adalah sebagai dewi yang dimuliakan, juga di tempat
lain, dengan upacara keagamaan negara.
Paulus merintis jemaat di Korintus sekitar
tahun 50 M, setelah mengunjungi Atena (Kis. 18:1-7). Jemaat itu adalah buah
dari pemberitaan Injil Paulus di rumah ibadat Yahudi yang pemimpinnya kemudian
menjadi salah satu dari para petobat pertama (Kis. 18:8). Pertikaian antara
jemaat Kristen dan rumah ibadar tidak terelakkan lagi. Orang Yahudi mengadukan
orang Kristen ke pengadilan. Usaha ini gagal ketika Galio memutuskan bahwa
kekristenan masih bagian dari Yudaisme (Kis. 18:!2-17), sekaligus memberikan
kepada orang Kristen status yang diistimewakan sebagaimana ornag Yahudi. Keputusan
ini menjadi dampak besar, terutama bagi orang Kristen sebagai warga negara
Romawi yang wajib menyembah Kaisar karena orang Yahudi telah dibebaskan dari
kewajiban itu oleh Julius Caesar.
Sebelum menulis surat 1 Korintus rupanya
Paulus pernah mengirim surat tentang pergaulan dengan orang-orang cabul yang
disalahartikan oleh orang Korintus (1 Kor. 5:9). Paulus telah pindah ke Efesus
ketika beberapa orang dari keluarga Kloë melaporkan ada perselisihan dalam
jemaat (1 Kor. 1:11). Yang lain juga datang: Stefanus, Fortunatus dan Akhaikus
(1 Kor. 16:17), membawa surat dari orang Korintus untuk mendapatkan keputusan
Paulus berkaitan dengan peraturan mengenai beberapa masalah pastoral yang kompleks
dan digumuli jemaat yaitu: pernikahan, makanan yang dipersembahkan kepada
berhala, karunia Roh, pengumpulan persembahan untuk orang Yahudi-Kristen di Yerusalem,
dan permohonan agar Apolos dikirim kembali (dipulangkan) (1 Kor. 7:1, 25;
8:1; 12:1; 16:1, 12).
Laporan lisan juga mengungkapan masalah perpecahan, insens, perkara hukum perdata, percabulan, perempuan bernubuat dengan kepala tidak bertudung dalam jemaat, pelecehan Perjamuan Kudus, dan tidak mengakui kebangkitan tubuh (ps 1-4:5; 6; 12; 15).
Eksposisi
1. Pengenalan tentang Tubuh Kristus (ayat 12)
Dalam suratnya kepada jemaat
di Korintus, Rasul Paulus memberikan sebuah gambaran yang mendalam dan penuh
makna mengenai kehidupan umat percaya melalui perumpamaan tentang tubuh
manusia. Dalam 1 Korintus 12:12, Paulus menulis, “Karena sama seperti tubuh
itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun
banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus.” Sama seperti bermacam-macam
karunia yang berasal dari satu Roh (4-110, demikin pula Kristus, yakni tubuh
Kristus (1 Kor. 12:17) “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu
masing-masing adalah anggotanya”. Frasa ini memperkenalkan metafora tubuh
manusia untuk menggambarkan Gereja. Konsep kesatuan dalam keberagaman menjadi
pusat di sini. Dalam dunia Yunani-Romawi, tubuh sering digunakan sebagai
metafora untuk masyarakat, yang menekankan pentingnya setiap bagian bekerja
sama untuk kebaikan bersama. Ini mencerminkan tema Alkitab tentang kesatuan
yang ditemukan dalam Mazmur 133:1
, "Betapa baik dan indahnya, apabila umat Allah diam bersama-sama
dengan rukun!"
Ayat ini menjadi dasar
penting untuk memahami konsep Tubuh Kristus, yaitu gambaran rohani tentang
komunitas orang percaya yang dipersatukan dalam Kristus. Meskipun setiap orang
memiliki latar belakang, karunia, dan peran yang berbeda-beda, semuanya
disatukan dalam satu kesatuan yang harmonis, yaitu Gereja sebagai tubuh, dan
Kristus sebagai Kepala.
Paulus ingin menunjukkan
bahwa keberagaman di antara jemaat bukanlah alasan untuk perpecahan, melainkan
kekayaan yang memperkuat tubuh secara keseluruhan. Keberagaman ini penting bagi
kesehatan dan pertumbuhan Gereja, seperti yang terlihat dalam Efesus 4:11-13,
di mana peran yang berbeda diberikan untuk memperlengkapi orang-orang kudus
bagi pelayanan. Secara historis, Gereja mula-mula terdiri dari orang Yahudi dan
non-Yahudi, budak dan orang merdeka, pria dan wanita, semuanya disatukan dalam
Kristus. Keragaman ini merupakan penggenapan nubuat dalam Yesaya 56:7, di mana
rumah Tuhan disebut sebagai rumah doa bagi semua bangsa. Meskipun ada
perbedaan, ada kesatuan yang mendalam di dalam Gereja, yang mirip dengan
kesatuan Tritunggal. Kesatuan ini bukanlah keseragaman tetapi kerja sama yang
harmonis, seperti yang terlihat dalam Roma
12:4-5, di mana orang percaya digambarkan sebagai satu
tubuh di dalam Kristus, yang masing-masing menjadi milik semua orang lain.
Kesatuan Gereja mencerminkan kesatuan tujuan Allah dalam sejarah keselamatan.
Seperti tubuh manusia yang
terdiri dari berbagai anggota – tangan, kaki, mata, telinga – yang
masing-masing memiliki fungsi unik namun saling bergantung, demikian pula
setiap orang percaya memiliki peran yang penting dalam kehidupan rohani
bersama. Paulus mengajarkan bahwa tidak ada satu pun anggota yang lebih penting
dari yang lain. Semua berharga dan saling melengkapi. Konsep ini menekankan
pentingnya kesatuan, kerja sama, dan saling menghargai dalam komunitas iman.
Tubuh Kristus bukan hanya sekumpulan individu, melainkan sebuah kesatuan hidup
yang bergerak bersama dalam kasih dan pelayanan.
2. Keberagaman Anggota dalam Kesatuan (Ay. 13)
Di tengah pergumulan jemaat
Korintus yang penuh dengan perpecahan dan perselisihan, Rasul Paulus menulis
dengan penuh kasih dan hikmat untuk mengingatkan mereka tentang identitas
sejati mereka sebagai satu tubuh dalam Kristus. Dalam 1 Korintus 12:13, Paulus
berkata: “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang
Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan
kita semua diberi minum dari satu Roh.”
Ayat ini merupakan penegasan
kuat bahwa keberagaman bukan alasan untuk terpisah, melainkan dasar untuk
dipersatukan. Paulus menyoroti realitas sosial dan budaya yang sangat berbeda
dalam jemaat — ada orang Yahudi dan Yunani, ada budak dan orang merdeka — namun
semuanya telah dibaptis dalam satu Roh dan menjadi satu tubuh, yaitu Tubuh
Kristus. Baptisan Roh artinya dibaptiskan ke dalam satu tubuh, dan asal usul atau status
sekuler tidak dipersoalkan.
Dalam narasi ini, Paulus
menggambarkan sebuah transformasi rohani yang terjadi melalui karya Roh Kudus.
Saat seseorang percaya kepada Kristus dan dibaptis dalam nama-Nya, ia tidak
hanya menjadi pengikut Kristus secara individu (mengaku Yesus adalah Tuhan),
tetapi juga menjadi bagian dari satu komunitas ilahi yang melampaui batas-batas
ras, status sosial, dan latar belakang.
Roh Kudus adalah pemersatu
yang menyatukan berbagai anggota yang berbeda dalam satu kesatuan rohani.
Paulus menggunakan istilah "diberi minum dari satu Roh"
untuk menunjukkan bahwa setiap anggota tubuh yang sejati menerima kehidupan,
kekuatan, dan penyegaran dari sumber yang sama, yaitu Roh Allah sendiri.
Persatuan dalam Kristus
bukanlah sesuatu yang bersifat opsional, tetapi esensi dari iman Kristen itu
sendiri. Kita tidak dipersatukan karena kesamaan budaya, kepentingan, atau
status, melainkan karena karya Roh Kudus yang membaptis kita ke dalam satu
tubuh rohani — tubuh yang hidup, dinamis, dan penuh kasih.
3. Keterhubungan setiap Anggota (Ay. 14-17)
Rasul Paulus melanjutkan
pengajarannya kepada jemaat di Korintus dengan penjelasan yang lebih dalam
tentang bagaimana setiap anggota dalam tubuh Kristus saling terhubung dan tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam 1 Korintus 12:14–17, Paulus menulis: "Karena
tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota.
Andaikata kaki berkata: 'Karena aku bukan tangan, aku tidak termasuk tubuh,'
jadi benarkah ia tidak termasuk tubuh? Dan andaikata telinga berkata: 'Karena
aku bukan mata, aku tidak termasuk tubuh,' jadi benarkah ia tidak termasuk
tubuh? Andaikata seluruh tubuh adalah mata, di manakah pendengaran? Andaikata
seluruhnya adalah telinga, di manakah penciuman?"
Dengan menggunakan analogi
tubuh manusia, Paulus menyampaikan pesan yang sederhana namun penuh makna:
setiap anggota memiliki peran yang unik dan tak tergantikan, dan keberadaan
mereka adalah bagian sah dari keseluruhan tubuh. Tidak ada satu pun anggota
yang dapat berkata bahwa dirinya tidak penting, atau merasa dikesampingkan
karena berbeda.
Kaki,
tangan,
mata,
telinga
— semua memiliki fungsi yang berbeda, namun satu tujuan: menopang kehidupan dan
keberfungsian tubuh secara keseluruhan. Jika semua bagian menjadi sama, tubuh
akan kehilangan keseimbangan dan fungsinya yang utuh. Sebuah mata tidak bisa
menggantikan telinga, dan telinga tidak bisa menggantikan hidung. Justru
keberagaman fungsi itulah yang memungkinkan tubuh bekerja secara sempurna.
Pesan Paulus sangat jelas:
tidak ada tempat bagi rasa rendah diri atau iri hati dalam tubuh Kristus.
Ketika seorang percaya merasa tidak penting karena ia bukan seperti orang lain,
Paulus mengingatkan bahwa justru peran yang berbeda itulah yang membuat tubuh menjadi
lengkap. Tidak ada anggota yang berdiri sendiri. Setiap orang percaya saling
terhubung dalam satu kesatuan ilahi, dan kehilangan satu bagian berarti
kehilangan sesuatu yang penting dari tubuh itu sendiri. Tidak ada yang lebih
tinggi atau lebih rendah. Yang ada hanyalah kerendahan hati untuk menyadari
bahwa kita diciptakan berbeda untuk saling melengkapi, bukan bersaing atau
merasa tidak layak.
4. Relevansi Kesatuan Tubuh Kristus di Era Modern
Di era modern yang ditandai
dengan individualisme, perbedaan budaya, dan kemajuan teknologi, konsep
kesatuan Tubuh Kristus tetap memiliki makna yang sangat relevan dan penting.
Dunia saat ini sering menekankan pencapaian pribadi dan identitas
masing-masing, sehingga banyak orang merasa terasing, bahkan dalam komunitas
rohani. Di tengah realitas ini, gambaran tentang umat percaya sebagai satu
tubuh dalam Kristus, sebagaimana diajarkan oleh Rasul Paulus dalam 1 Korintus
12, menjadi pengingat bahwa kita tidak dipanggil untuk berjalan sendiri.
Setiap orang percaya, apa
pun latar belakang, suku, profesi, atau status sosialnya, adalah bagian dari
tubuh yang satu — yaitu Gereja, dengan Kristus sebagai Kepala. Dalam tubuh itu,
perbedaan bukanlah ancaman, tetapi kekayaan yang saling melengkapi. Ketika
dunia mudah terpecah karena perbedaan, gereja dipanggil untuk menunjukkan bahwa
kesatuan bisa terjadi justru di tengah keberagaman.
Teknologi dan media sosial
telah membuka peluang besar bagi jemaat untuk saling terhubung lintas negara
dan budaya. Namun, relasi yang dangkal dan cepat sering membuat orang
kehilangan makna dari kebersamaan sejati. Di sinilah kesatuan tubuh Kristus
menjadi penting: untuk menghadirkan kasih yang nyata, dukungan yang tulus, dan
pelayanan yang saling membangun.
Kesatuan dalam tubuh Kristus mengajarkan bahwa setiap orang punya peran. Tidak ada yang terlalu kecil atau tak berarti. Gereja yang hidup dan kuat di era modern adalah gereja yang bersatu — bukan karena kesamaan, tetapi karena kasih dan karya Roh Kudus yang mempersatukan. Itulah kesaksian terbesar kepada dunia: bahwa di dalam Kristus, perbedaan menjadi kekuatan, dan kesatuan menjadi tanda kehadiran Allah di tengah manusia.
Aplikasi
1. Menghargai dan Menghidupi Perbedaan di Tengah
Komunitas
Orang percaya dipanggil untuk tidak hanya menerima,
tetapi juga merayakan keberagaman dalam tubuh Kristus—baik itu dalam hal
budaya, latar belakang sosial, talenta, maupun pandangan. Dalam gereja atau
kelompok pelayanan, kita tidak boleh membandingkan diri atau meremehkan orang
lain hanya karena fungsi atau karunia mereka berbeda. Perbedaan bukan alasan
untuk bersaing, tetapi peluang untuk bekerja sama secara harmonis, sebab
semuanya berasal dari satu Roh.
2. Berperan Aktif sesuai Karunia Masing-masing
Setiap orang percaya memiliki peran unik yang tak
tergantikan dalam gereja. Tidak ada yang terlalu kecil atau tidak penting. Jangan
merasa tidak berguna atau lebih rendah karena tidak melakukan hal yang
"besar" atau "terlihat". Temukan dan kembangkan karunia
yang Tuhan berikan, dan pakailah itu untuk membangun tubuh Kristus, misalnya
melalui pelayanan, dukungan doa, atau pelayanan sosial.
3. Menjaga Kesatuan dalam Kasih dan Kerendahan Hati
Kesatuan dalam tubuh Kristus harus dijaga dengan
kerendahan hati, kasih, dan kesadaran bahwa semua saling membutuhkan. Di era
modern yang penuh ego dan individualisme, orang percaya dipanggil untuk mengutamakan
kepentingan bersama, bukan hanya kepentingan pribadi. Kesatuan itu diwujudkan
dengan menghindari gosip, perpecahan, atau semangat bersaing dalam
pelayanan—melainkan saling mendoakan, menopang, dan membangun.
SELAMAT HARI MINGGU ROGATE
SELAMAT HUT PGI ke 75
TUHAN YESUS MEMBERKATI
Komentar