Yesus Duduk di Sebelah Kanan Allah (Efesus 1:15-23)
Yesus
Duduk di Sebelah Kanan Allah
Efesus
1 : 15 - 23
Oleh: Pdt. Refamati Gulo, M.Th.
Ilustrasi
Judul: Seorang Ayah di Ruang Sidang
Di tahun 2009, seorang
pemuda bernama Michael menjalani sidang pengadilan karena dituduh melakukan
pencurian. Ia berasal dari keluarga sederhana, dan ayahnya, seorang pensiunan
buruh, hadir di ruang sidang setiap hari, duduk diam di barisan paling depan.
Ia tidak bisa membela anaknya secara hukum, karena ia bukan pengacara, tetapi
kehadirannya adalah bentuk kasih dan dukungannya yang tidak tergoyahkan.
Ketika vonis dijatuhkan, Michael dinyatakan bersalah, namun mendapatkan keringanan hukuman karena ada bukti yang meringankan, serta karena catatan kehidupannya yang baik sebelumnya. Hakim berkata, “Saya melihat ada seseorang yang tidak pernah absen menemani Anda di ruang sidang ini. Itu menunjukkan bahwa Anda dicintai, dan masih punya harapan untuk berubah.” Michael meneteskan air mata. Di saat dia terjatuh dan tak berdaya, ayahnya duduk di sana—diam, tetapi setia—sebagai bukti bahwa ia tidak sendiri.
Demikian pula Yesus sekarang
duduk di sebelah kanan Allah (Efesus 1:20) bukan hanya sebagai simbol
kemenangan dan kuasa, tetapi juga sebagai Pengantara dan Penjamin kita. Ia
tidak meninggalkan kita sendirian, bahkan ketika kita jatuh atau gagal.
Kehadiran-Nya di sebelah kanan Bapa adalah jaminan bahwa ada yang selalu
menyertai dan memperjuangkan kita.
Efesus 1:21–22 menyatakan bahwa segala kuasa, kerajaan, dan otoritas tunduk di bawah kaki-Nya, dan Ia diberikan sebagai kepala atas segala sesuatu bagi jemaat. Artinya, kita tidak perlu takut menghadapi tantangan hidup, karena Yesus yang duduk di sebelah kanan Allah berkuasa atas segalanya dan peduli pada kita.
Pengantar
Duduk di sebelah kanan
Allah
adalah penegasan bahwa Kristus telah dimuliakan setelah misi penebusan-Nya
selesai. Setelah kebangkitan dan kenaikan-Nya, Ia tidak lagi berada dalam
keadaan penghinaan, tetapi dalam keadaan kemuliaan. Duduk di sebelah kanan
Allah adalah posisi kehormatan tertinggi di hadirat Allah. Menandakan bahwa
Kristus memiliki otoritas yang sama dengan Bapa dan berbagi dalam pemerintahan
ilahi atas seluruh ciptaan (bdk. Ibr. 1:3). Selain itu, Ungkapan ini juga
merupakan pemenuhan nubuat dari Mazmur 110:1: “Tuhan berkata kepada
Tuanku: Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi
tumpuan kaki-Mu!”. Ini adalah nubuat tentang Mesias yang akan
memerintah bersama Allah. Dengan Yesus duduk di sebelah kanan Allah, Ia
dinyatakan sebagai Mesias sejati yang telah menang atas dosa, maut, dan Iblis.
Yesus sebagai Imam Besar
Agung duduk di sebelah kanan Allah untuk berdoa syafaat bagi umat-Nya (Roma
8:34), ini adalah bagian dari karya Kristus yang berkelanjutan (officium
Christi). Kristus tidak hanya menyelesaikan karya penebusan di salib,
tetapi juga terus menjalankan pelayanan pengantaraan, memastikan bahwa umat
pilihan-Nya tidak pernah kehilangan kasih karunia Allah.
Dalam Efesus 1:20-22, Paulus
menyatakan bahwa Allah telah menempatkan Kristus di sebelah kanan-Nya di surga,
jauh di atas segala pemerintah dan penguasa (menunjukkan bahwa Kristus
memerintah sebagai Raja atas segala sesuatu). kedudukan Kristus di sebelah
kanan Allah menunjukkan bahwa seluruh sejarah dan segala hal ada di bawah pemerintahan-Nya.
Kisah Para Rasul 7:55-56, Stefanus melihat Yesus berdiri di sebelah kanan Allah, sebagai tanda bahwa Yesus siap menyambut umat-Nya dan bahwa Ia akan datang kembali sebagai Hakim yang adil. Posisi Kristus di sebelah kanan Allah menjadi jaminan bahwa Ia akan kembali dengan kuasa dan kemuliaan untuk menggenapi Kerajaan Allah secara penuh.
Latar Belakang
Surat Efesus merupakan salah satu
puncak dalam penyataan alkitab dan menduduki tempat yang begitu unik di antara
surat-surat Paulus yang lain. Menurut Penulis, surat Efesus memberikan kesan
akan luapan penyataan yang melimpah sebagai kehidupan doa pribadi Paulus.
Paulus menulis surat ini ketika ia dipenjara karena Kristus (data-data ini
dapat diperhatikan dalam Efesus 3:1;4:1;6:20). Ada kemungkinan bahwa Surat
Efesus ditulis oleh Rasul Paulus di Roma.[1] Namun
begitu, paparan dalam suratnya kepada jemaat Efesus memberikan penjelasan
mengenai dasar-dasar “teologis atau “doktrinal” dan “paparan etis mengenai
prinsip-prinsip praktis bagi kehidupan orang percaya.”
Tampaknya, isi mengenai kitab
Efesus dijelaskan oleh Paulus secara sistematik. Hal ini dapat ditunjukkan
dengan dua bagian berbeda namun memiliki keterkaitan yang utuh, seperti: Pasal
1-3 dan 4-6.[2] Bagian
pertama biasa disebut sebagai ajaran-ajaran “doktrinal,” sementara pada bagian
kedua disebut sebagai “nilai-nilai etis bagi kehidupan orang percaya.” Pasal
1-3 terdiri dari ucapan yang diperluas dan doa (1:3- 3:21) yang menyediakan
susunan dalam merayakan tujuan kekal Allah di dalam Kristus.[3] Menurut
penulis, pada paruh ini dapat dikatakan sebagai “kedudukan Gereja di dalam
Kristus” (1:3-3:21). Sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh penulis dalam
membuat garis besar kitab Efesus, pada bagian ini terdiri dari 2 (dua)
sub-material yaitu “melihat dari sisi pekerjaan Allah” (1:3-21) dan “melihat
dari sisi pengalaman manusia” (2:1-3:21). Jika memperhatikan “keselamatan dari
sisi pekerjaan Allah” (1:3-21), maka dapat ditemukan penjelasan rasul Paulus
mengenai “pekerjaan Allah dalam keselamatan jemaat” (1:3-14) dan “doa Paulus
untuk pengertian” (1:15-23). Sebaliknya, jika memperhatikan “keselamatan dari
sisi pengalaman manusia” (2:1-3:21), maka dapat ditemukan penjelasan rasul
Paulus mengenai “proses keselamatan jemaat (2:1-22) dan “doa Paulus untuk
peneguhan” (3:1-21). Sebaliknya pada bagian kedua (pasal 4-6) dicirikan dengan
sebuah “nasihat” yang panjang, diperkirakan mulai dari pasal 4:1-6:20. Hal
tersebut merupakan nasihat-nasihat etis dengan ditandai klausa pada ayat
pertama pasal empat yaitu, “Aku menasihatkan kamu.”
Anggota jemaat di Efesus terdiri dari orang-orang Yahudi dan juga orang-orang non-Yahudi (orang-orang kafir). Kebanyakan petobat di dalam jemaat Efesus adalah orang-orang non-Yahudi dan mereka tahu bahwa program Allah dalam Perjanjian Lama sebagian besar melibatkan orang-orang Yahudi. Sehingga tidak heran jika ada sedikit perbedaan pendapat antara orang-orang non-Yahudi dan orang-orang Yahudi.
Eksposisi
1.
Waktu Paulus
Berdoa Adalah Setelah Mendengar (1:15-16)
Istilah dia touto kagō berarti "untuk/karena alasan
ini" atau "sebab itu". Ungkapan ini kemungkinan besar merujuk
kembali pada keseluruhan isi ayat Efesus 1:3–14. Berdasarkan hal tersebut,
Rasul Paulus secara tidak langsung menyatakan rasa syukurnya. Misalnya, dalam
ayat 13–14, Paulus menyinggung kekayaan pengalaman rohani yang dimiliki orang
percaya di dalam Injil Kristus. Terdapat beberapa contoh lain dari ungkapan
syukur Rasul Paulus yang berbentuk tunggal, dan tidak persis sama dengan
konteks Efesus 1. Beberapa contohnya dapat ditemukan dalam 1 Korintus 1:4; Roma
1:8; Filemon 4; Filipi 1:3. Bandingkan pula dengan 1 Tesalonika 1:3; 2
Tesalonika 1:3; dan Kolose 1:3.[4] Frasa
dia touto berkaitan erat dengan isi ayat 13–14. Sementara itu,
kata kagō (“saya juga”) bukan dimaksudkan untuk menggambarkan
kerja sama Paulus dengan pembaca dalam doa, ataupun dengan orang-orang lain,
melainkan menekankan bahwa Paulus sendirilah yang pertama-tama berinisiatif
untuk mendoakan jemaat di Efesus.[5]
Rasa syukur Rasul Paulus
dalam bagian ini dapat dipahami dalam konteks latar belakang budaya pada masa
itu. Dalam dunia Helenistik, format penulisan surat umumnya menyertakan
ungkapan seperti "mengucap syukur kepada para dewa" atau
"memberikan pujian yang berkesinambungan kepada para dewa", diikuti
dengan alasan atau pertimbangan yang menjadi dasar ucapan syukur tersebut. Namun,
ungkapan syukur Paulus tidak mencerminkan gaya epistolar khas Helenistik.
Sebaliknya, gaya tersebut mencerminkan awal dari bentuk liturgi Kristen.
Ungkapan ini berakar pada tradisi Kristen Yahudi, di mana dalam ibadah mereka
kepada Allah, ucapan syukur selalu menjadi bagian penting, termasuk dalam
doa-doa yang mereka panjatkan. Dengan demikian, gaya syukur seperti ini secara
tidak langsung juga diadopsi oleh komunitas Kristen mula-mula dalam ekspresi
iman dan ibadah mereka.[6]
Jika diperhatikan, di
tengah-tengah ungkapan syukurnya, Rasul Paulus menyisipkan doanya. Adapun
alasan-alasan yang menjadi dasar doa Paulus, sebagaimana dinyatakan dalam ayat
15 dan 16, adalah sebagai berikut: (1) Iman jemaat Efesus kepada Tuhan Yesus, (2) Kasih jemaat Efesus kepada semua orang
kudus, (3) Paulus tidak pernah berhenti mengucap syukur atas jemaat Efesus.
Kata pistin (iman) dan agapēn (kasih) merupakan dua
kata benda dalam kasus akusatif yang berfungsi sebagai objek langsung. Hal ini
menunjukkan bahwa kedua hal tersebut menjadi fokus perhatian dan pengamatan
Rasul Paulus. Dalam tata bahasa Yunani, kasus akusatif berkaitan erat dengan tindakan
yang dinyatakan oleh kata kerja. Fungsinya adalah untuk menjelaskan arah,
jangkauan, atau tujuan akhir dari tindakan tersebut (lihat: DM, Grammar,
hlm. 91). Dengan demikian, bagian ini menunjukkan bahwa iman dan kasih
jemaat Efesus menjadi dorongan bagi Paulus untuk menaikkan doa bagi mereka.
Tujuan dari doa tersebut adalah agar mereka memperoleh pengetahuan yang benar
akan Allah. Selain itu, Paulus juga secara khusus menyoroti iman jemaat Efesus
di dalam Kristus Yesus.
Kata eucharistōn merupakan bentuk
partisip aktif kini, maskulin, orang pertama tunggal, yang dapat diterjemahkan
sebagai "aku selalu mengucap syukur". Bentuk ini menunjukkan suatu
tindakan yang dilakukan secara terus-menerus, bukan hanya sekali atau dua kali.
Dengan kata lain, Rasul Paulus secara konsisten dan tanpa henti mengucap
syukur. Ungkapan "aku selalu mengucap syukur" memiliki
hubungan erat dengan kata mneian (mengingat), yang juga
berada dalam kasus akusatif dan berfungsi sebagai objek langsung dari eucharistōn. Kedua kata ini—mengucap
syukur dan mengingat—merupakan alasan yang melatarbelakangi doa-doa yang Paulus
naikkan bagi jemaat di Efesus.
Menurut catatan NET Bible,
ungkapan dalam ayat 15 bersifat konjunktif, karena poin-poin yang disampaikan
di dalamnya menjadi alasan yang merujuk kembali pada bagian sebelumnya, yaitu
ayat 3–14. Bagian tersebut diringkas dalam ayat ini melalui ungkapan
“[karena/sejak] aku telah mendengar tentang imanmu”. Dengan kata lain, doa
Rasul Paulus bagi para pendengarnya didasarkan pada pengetahuannya bahwa mereka
adalah pengikut Kristus yang sejati.[7]
Frasa ou pauomai eucharistōn dalam ayat 16 berarti “aku tidak berhenti mengucap syukur”. Ungkapan ini mengandung makna ucapan terima kasih atau syukur yang terus-menerus dan penuh. Secara etimologis, kata eucharistōn pada mulanya digunakan untuk menunjukkan tindakan yang baik, bentuk balasan yang penuh terima kasih, atau sikap bersyukur secara aktif.[8]
2. Waktu
Paulus Berdoa Adalah Selagi Mengucap Syukur (1:17-23)
Secara sederhana, dapat dijelaskan
bahwa harapan Paulus dalam doanya bagi jemaat Efesus mencakup hal-hal berikut:
(1) Jemaat Efesus menerima Roh hikmat. (2) Jemaat Efesus menerima wahyu untuk
mengenal Allah dengan benar. (3) Jemaat Efesus menerima penerangan bagi mata
hati mereka.
Ayat 17 merupakan anak
kalimat (subordinate clause) dari ayat 16, yang menjelaskan isi doa
Paulus: "Aku [berdoa/memohon]...". Salah satu kesulitan dalam
menafsirkan ayat ini terletak pada istilah Yunani pneuma (πνεῦμα). Pertanyaannya
adalah apakah yang dimaksud dalam bagian ini adalah “Roh pembukaan rahasia dan
hikmat” (mengacu pada Roh Kudus), atau “suatu roh pembukaan rahasia dan hikmat”
(mengacu pada sikap batin atau karakter rohani). Ayat 17 menyajikan persoalan
eksegetikal yang kompleks terkait penggunaan istilah pneuma. Beberapa ahli
menafsirkan kata tersebut sebagai "Roh" (mengacu pada Roh Kudus),
sementara yang lain menerjemahkannya sebagai "suatu roh", atau bahkan
secara konseptual sebagai "sikap rohani". (a) Jika yang dimaksud
adalah “Roh” (Roh Kudus): Maka istilah ini dipahami sebagai metonimia, yakni
penggunaan nama sesuatu yang berkaitan untuk mewakili sesuatu yang lain. Ini
menarik, karena dalam ayat 13–14 Paulus telah menyatakan bahwa Roh Kudus telah
diberikan kepada orang percaya. Dengan demikian, tampaknya tidak perlu lagi
Paulus memohon agar Roh Kudus diberikan kembali. Namun, permohonannya dalam
ayat 17 lebih mengarah pada pekerjaan atau efek dari Roh itu sendiri, yaitu
membawa pewahyuan dan hikmat. (b) Jika yang dimaksud adalah “suatu roh”: Maka
pengertiannya cenderung merujuk pada kemampuan rohani atau disposisi batin
jemaat—yakni bahwa mereka akan memiliki kepekaan rohani untuk menerima wahyu
dan hikmat saat membaca surat ini.[9]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa “Roh pewahyuan dan hikmat” yang
dimaksud dalam ayat ini merujuk pada satu pribadi dan karya. Dia adalah Roh
yang memberikan pewahyuan, dan Dia juga adalah Roh yang memberikan hikmat.
Kedua aspek ini tidak dapat dipisahkan dalam konteks doa Paulus bagi jemaat
Efesus.
Kata hina (ἵνα) adalah kata
sambung dalam bahasa Yunani. Dalam konteks ayat 17, penting untuk dicermati
bahwa hina dapat memiliki dua arti, yaitu “bahwa” dan “supaya”.
Namun, berdasarkan analisis konteks kalimat dan struktur gramatikalnya,
penerjemahan yang paling tepat dalam bagian ini adalah “supaya”. Hal ini
menunjukkan bahwa doa Paulus memiliki tujuan atau maksud tertentu bagi jemaat
di Efesus.
Secara sederhana, dapat
dikatakan bahwa sasaran dari doa Rasul Paulus adalah agar jemaat Efesus: (1) Menerima
Roh hikmat dan wahyu, (2) Mendapat penerangan bagi mata hati mereka, (3) Sehingga
pada akhirnya memiliki pengetahuan yang benar tentang Allah. Pengetahuan ini
terkait erat dengan pengharapan yang terkandung dalam panggilan
Allah—pengharapan kepada Dia, Allah yang hidup.
Frasa ho
theos tou Kyriou hēmōn Iēsou Christou (ὁ θεὸς τοῦ κυρίου ἡμῶν Ἰησοῦ
Χριστοῦ), yang berarti “Allah Tuhan kita Yesus Kristus”, memberikan penekanan
bahwa Allah Bapa adalah sumber pemberian Roh hikmat dan wahyu kepada jemaat
Efesus. Dialah yang mendengar dan menjawab doa, dan yang dalam bagian ini
digambarkan secara khusus sebagai “Allah Tuhan kita Yesus Kristus”—menegaskan
peran sentral Kristus dalam relasi antara Allah dan umat-Nya.[10]
Bentuk perfect participle pephōtismenous (πεφωτισμένους) dapat
dipahami sebagai bagian dari doa yang menyatakan bahwa "mata hatimu telah
diterangi". Meskipun partisip ini mengikuti kata hina (ἵνα) di ayat 17,
secara gramatikal penggunaannya dalam anak kalimat tersebut terasa kurang
lancar. Selain itu, perfect participle dalam fungsi adverbial sering ditemukan
dalam Perjanjian Baru. Dalam konteks ayat ini, serta secara keseluruhan di
dalam Kitab Efesus, penggunaan bentuk ini tampak untuk menekankan suatu motif
kepemilikan rohani yang dimiliki orang percaya. Oleh karena itu, terjemahan
yang menggunakan bentuk partisip ini dipilih untuk menjadi dasar pemahaman
bagian doa tersebut.
Frasa ophthalmous
tēs kardias dapat diterjemahkan sebagai “mata hati.” Ungkapan ini tidak hanya
mencakup aspek emosi, tetapi juga meliputi pemikiran serta persepsi moral
seseorang. Dalam konteks ini, menjadi jelas bahwa doa Paulus adalah agar mata
hati jemaat Efesus diterangi atau menjadi terang. Hal ini dapat dibandingkan
dengan kondisi hati yang gelap, sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Roma 1:21.[11]
Frasa tis
estin hē elpis dalam ayat 18 berarti “apakah ada pengharapan,”
yang menunjukkan harapan dari panggilan-Nya. Terdapat irama alami pada tiga
ungkapan genitif: harapan dari panggilan-Nya, kekayaan dari warisan agung-Nya,
dan kebesaran dari kuasa-Nya. Inilah inti doa Paulus.
Secara singkat, doa
itu bisa dipahami sebagai permohonan agar jemaat mengerti harapan
panggilan-Nya, kekayaan rohani yang menanti di dalam kemuliaan, dan kuasa
rohani yang tersedia bagi orang kudus sekarang. Dengan demikian, doa Paulus
mencakup tiga aspek: keselamatan yang telah diterima (panggilan), warisan yang
menanti di masa depan, dan kuasa yang bekerja saat ini.[12]
Pernyataan ini menjadi dasar utama keyakinan dalam
doa Paulus pada ayat 19–23. Inti dari doa tersebut terletak pada pernyataan
ini, dan alasan-alasannya dijelaskan lebih lanjut dalam ayat 19–23.
Frasa tis
ho ploutos tēs doxēs tēs klēronomias autou bukan meremehkan kemuliaan,
kekayaan, atau warisan agung dalam pertanyaan retoris Paulus, melainkan
menegaskan bahwa kemuliaan itu adalah dasar yang akan diterima oleh orang
percaya. Paulus ingin meyakinkan pembaca akan besarnya kekayaan dan kemuliaan
yang menanti mereka. Hal ini sejalan dengan ajaran Paulus dalam Kolose 1:27,
yang menyatakan bahwa Kristus adalah pengharapan akan kemuliaan bagi semua
bangsa.
Secara sederhana, keyakinan
doa Paulus didasarkan pada kebesaran kuasa Allah, kebangkitan Kristus, segala
sesuatu yang telah diletakkan di bawah kaki Kristus, dan pemberian Kristus
kepada jemaat. Kata tis dalam tis estin hē elpis (ayat 18) berfungsi
sebagai kata tanya “siapa” atau “apa,” dan menjadi subjek
dari kata kerja estin, dengan hē
elpis
sebagai pelengkapnya. Ini menunjuk pada posisi Allah dalam Kristus Yesus yang
tak tertandingi dan tak terkalahkan. Paulus menegaskan bahwa Kristus berada di
atas segala sesuatu untuk meyakinkan jemaat Efesus bahwa iman dan kasih mereka
tidak sia-sia, karena Kristus yang bangkit memiliki kuasa yang unggul.
Kata thēn
energeian (“menurut tenaga kekuatan/kuasa-Nya”) dalam ayat 19 terkait erat dengan
frasa kai ti to hyperballon megethos yang mendahuluinya.
Dalam bahasa Yunani, ada tiga kata untuk “kuasa”: ischus (kekuatan bawaan), kratos (kuasa yang
mengekspresikan diri, mengatasi hambatan), dan energeia (pelaksanaan nyata
dari kuasa). Paulus memilih kata energeian untuk menekankan realitas
pelaksanaan kuasa Tuhan yang sesungguhnya.
Dalam ayat 20, kata egeiras memiliki beberapa
terjemahan, seperti “having raised Him,” “when He raised Him,”
atau “in that He raised Him.” Dalam konteks ayat ini, terjemahan yang paling
tepat adalah “setelah membangkitkan Dia (dari antara orang mati).” Paulus
menggunakan kata ini untuk menekankan dampak yang telah Allah kerjakan dalam
Yesus Kristus.
Kata uperanō dalam ayat 21 berarti
“jauh di atas” dan berfungsi membandingkan dua hal, menunjukkan satu
bagian lebih unggul dari yang lain. Misalnya dalam Ibrani 9:5 disebutkan uperanō berarti “di atasnya.”
Ayat ini menegaskan kebesaran kuasa Allah dalam orang percaya (ayat 19-20) yang
jauh lebih tinggi daripada pemerintahan, penguasa supranatural, kuasa,
kekuatan, dan segala nama baik yang ada sekarang maupun yang akan datang.
Kata hētis dalam ayat 23 bukan
sekadar berarti “yang mana,” melainkan mengandung makna mendalam tentang
gereja sebagai tubuh yang organik, di mana Kristus adalah kepala gereja
tersebut.
Kata plēroumenou adalah bentuk medial yang biasanya berarti “bagi dirinya sendiri,” namun dalam konteks ini menunjuk pada Kristus sebagai kepenuhan dari segala sesuatu, bukan Allah secara umum. Hal ini diperkuat oleh paralel antara ayat 22 dan 23, yang menegaskan Kristus sebagai kepenuhan dalam segala sesuatu.[13]
Aplikasi
1. Selalu
Mengucap Syukur dan Berdoa untuk Iman dan Kasih Sesama
Paulus mengajarkan kita
untuk tidak berhenti mengucap syukur atas iman dan kasih saudara seiman. Dalam
kehidupan sehari-hari, kita perlu meneladani sikap Paulus yang terus mengingat
dan mendoakan pertumbuhan iman dan kasih saudara-saudara kita. Syukur bukan
hanya sekedar ucapan, tapi dorongan untuk mendoakan dan membangun satu sama
lain dalam iman.
Mulailah membiasakan diri
mengucap syukur dan mendoakan jemaat, keluarga, atau komunitasmu agar iman dan
kasih mereka semakin bertumbuh. Jadikan doa syukur sebagai bagian rutin dalam
hidupmu.
2. Memohon
Roh Hikmat dan Wahyu untuk Mengenal Allah Lebih Dalam
Paulus berdoa agar jemaat
Efesus menerima Roh hikmat dan wahyu, sehingga mereka dapat memiliki mata hati
yang diterangi untuk mengenal Allah dengan benar. Kita pun perlu berdoa dan
membuka diri kepada Roh Kudus agar diberi pengertian dan pencerahan rohani
dalam mengenal Kristus, yang duduk di sebelah kanan Allah dengan kuasa penuh.
Mintalah Roh Kudus
membimbing dan menerangi hatimu saat membaca Firman Tuhan, agar kamu dapat
semakin mengenal Allah secara benar dan mengalami kuasa-Nya dalam hidupmu.
3. Mengimani
Kuasa Yesus yang Berkuasa di Atas Segala Sesuatu
Yesus duduk di sebelah kanan
Allah, memegang segala kuasa yang melebihi segala pemerintahan dan kekuatan.
Keyakinan ini memberi kita pengharapan dan keberanian untuk menghadapi
tantangan hidup. Kita dipanggil untuk hidup dalam kuasa dan otoritas Kristus
yang menang, bukan dalam ketakutan atau kekhawatiran.
Hidupkan iman yang percaya
bahwa Yesus berkuasa atas segala masalah dan kuasa jahat. Percayakan hidup dan
pergumulanmu pada Kristus yang duduk di tempat terhormat di surga, dan jalani
hidup dengan keberanian dan pengharapan.
SELAMAT MEMPERINGATI HARI KENAIKAN YESUS
[1] Mungkin empat surat yaitu
Filipi, Kolose, Efesus dan Filemon ditulis di Roma, karena adanya penyebutan
tentang warga istana Kaisar (Filipi 4:22; 1:13) yang lebih sesuai diterapkan
pada Roma daripada Kaisarea. Rasul Paulus seolah-olah berada di pusat jalur
perjalanan, di mana rekan-rekannya dapat datang dan pergi dengan leluasa, yang
lebih menunjukkan sifat kota Roma dari pada Kaisarea. Merril
C. Tenney, Survei Perjanjian Baru
(Malang: Gandum Mas, 1993), 390.
[2] Pembagian ini terpisah
dari pendahuluan (Ef. 1:1-2) dan catatan pribadi dan salam pada bagian terakhir
(Ef. 6:21-24), yang memberikan bentuk pada surat ini. Peter
T. O’Brien, The Letter To The Ephesians
(Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1999), 83.
[3] F.F.
Bruce, The Epistles to the Ephesians
(London: Pickering & Inglis, 1961), 241.
[4] Andrew T. Lincoln, “Ephesians” Dalam Word
Biblical Commentary Volume 42 (Dallas: TX: Word Books, Publisher, 1998), 55
[5] Thomas
Kingsmill Abbott, A Critical and Exegetical Commentary on the Epistles to the
Ephesians and to the Colossians (New York : C.
Scribner's sons, 1909). 26
[6] Ibid
[7] The NET Bible Notes, (Dallas, TX: Biblical
Studies Press) 1998
[8] Abbott, A
Critical and Exegetical Commentary on the Epistles to the Ephesians and to the
Colossians, 29
[9] The
NET Bible Notes, (Dallas, TX: Biblical Studies Press) 1998
[10] Francis Foulkes, The Letter of Paul to the
Ephesians: An Introduction and Commentary (England: InterVarsity Press, 1961),
68
[11] Abbott, A Critical and Exegetical Commentary
on the Epistles to the Ephesians and to the Colossians, 34
[12] The
NET Bible Notes, (Dallas, TX: Biblical Studies Press) 1998
[13] Abbott, A Critical and Exegetical Commentary
Komentar