Dosamu Telah Diampuni (Lukas 7:41-50)
Dosamu
Telah Diampuni
Lukas
7:41-50
Oleh: Pdt. Refamati Gulo, M.Th.
Pendahuluan
Shalom,
nama minggu hari ini menurut kalender gerejawi adalah Yudika, dalam bahasa
latin Judica me, Deus et discerne artinya berilah keadilan kepadaku, ya
Allah (Mazmur 43:1a). Kalimat ini adalah sebuah doa atau permohonan dari
seseorang yang merasa diperlakukan tidak adil dan mencari pembelaan dari Tuhan.
Pemazmur memohon agar Allah sebagai hakim yang adil memberikan keputusan yang
benar dan membela dirinya dari tuduhan atau perlakuan yang tidak adil dari
orang lain.
Narasi
ini menggambarkan tuduhan terhadap Yesus dalam Lukas 7:34 “Kemudian Anak
Manusia datang, Ia makan dan minum, dan kamu berkata: Lihatlah, Ia seorang
pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa”. Yesus
diundang untuk datang makan ke rumah orang Farisi bernama Simon. Dalam pesta
makan itu, datanglah seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa
atau yang cukup dikenal sebagai perempuan pezinah. Bayangkan, bukanlah hal yang
aneh jika ada tamu yang tak di undang datang dan berdiri di belakang Yesus,
lalu sujud dan membasahi kaki Yesus dengan air mata dan menyekanya
(membersihakan) dengan rambutnya, bahkan bukan hanya itu ia mencium dan
meminyakinya dengan minyak wangi, yang sangat mungkin dibeli dengan uang
asusilanya, tetapi ia tidak dapat menyelesaikan dengan hanya derai air matanya.
Tindakan perempuan ini pasti tidak pantas menurut adat istiadat, menurut hukum
(bisa di usir atau jika menghadap pejabat jangankan langsung ketemu di
penjagaan dihadang dan tidak di ijinkan untuk masuk). Disamping itu, kita
melihat tindakan perempuan ini adalah tindakan emosional yang terlalu besar
untuk memikirkan apa yang dipikirkan orang-orang terhadapnya (saya yakin: bahwa
sebelumnya perempuan ini, ia tahu siapa Yesus, sudah mendengar injil sebelumnya,
hanya ia tidak menemukan siapa yang dapat mengampuni Dosanya).
Orang
Farisi merasa terganggu dengan cara Yesus menerima penghormatan yang diberikan
dengan cara memalukan ini dari orang yang tidak disenangi (orang berdosa).
Orang Farisi merasakan bahwa Yesus adalah sebagai Nabi dan bertentangan dengan
sikap Yesus yang kelihatannya tidak menyadari bahwa orang yang menyentuhnya
adalah orang berdosa atau najis (ay. 39). Dalam tradisi Yahudi mendekati dan
menyentuh seorang rabi atau tokoh agama “apalagi dalam ruang privat seperti
rumah”, secara budaya dan hukum Yahudi sangat tidak lazim dan dianggap tidak
pantas. Pertama, perempuan & pria tidak
biasa berinteraksi secara fisik di ruang publik jika mereka bukan keluarga.
Bahkan berbicara di depan umum bisa dianggap aneh, apalagi menyentuh. Kedua, Perempuan yang
dianggap najis secara moral atau ritus (seperti pezinah), seringkali dikucilkan
dari komunitas. Mereka dianggap tidak layak mendekati orang suci apalagi rabi. Ketiga, Menyentuh seorang
rabi atau nabi dalam keadaan berdosa atau najis dipandang sebagai mencemarkan
kekudusan orang tersebut, menurut hukum kesucian Yahudi.
Yesus tahu apa yang sedang
terjadi dan menunjukkan kepada Simon suatu perumpamaan yang mengandung makna
dan maksud yang sangat jelas (ay. 40-42): kasih adalah bukti bahwa
seseorang telah menerima pengampunan. Pengampunan dosa diberikan oleh kasih
karunia Allah, melalui iman. Kasih bukanlah syarat untuk mendapat pengampunan,
tapi bukti bahwa seseorang benar-benar telah mengalaminya. Artiya bahwa Pengampunan
mendahului kasih, tapi kasih adalah buah dari pengampunan. Yesus berkata dalam ay.
47:
“Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni,
sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni,
sedikit juga ia berbuat kasih.” Perempuan itu mengasihi karena telah
diampuni, bukan diampuni karena ia mengasihi. Jadi kalau seseorang tidak
menunjukkan kasih setelah mengaku diampuni, itu pertanda ia mungkin belum benar-benar
mengalami pengampunan secara rohani. Dalam 1 Yohanes 4:20: “Jikalau seorang
berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka
ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang
dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.” Kemudian
dalam Yakobus 2:17: “Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak
disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.”
Dalam ayat 43, jawaban Simon
yang sangat tepat dan tidak bisa direndahkan sikapnya yang menyarankan jawaban
sikap acuh tak acuh. Perlakuannya ini tidak bisa dianggap tidak sopan. Simon
menunjukkan kewajibanya yang perlu dalam menerima tamu, meskipun ia tidak
membuat penyambutan yang khusus kepada Yesus. Berbeda dengan perempuan berdosa
yang telah mencurahkan pengabdiannya terhadap Yesus. Ini membuktikan bahwa ia
telah diampuni atas dosanya yang banyak. Kemudian Yesus menekankan yang
sebenarnya bahwa ia diampuni dan menegaskan bahwa imannya itulah yang telah
mendatangkan keselamatan baginya. Ada beberapa ayat yang menyatakan kasih
sebagai bukti iman dan pengampunan, yaitu: 1 Yoh. 4:7-8: “Saudara-saudaraku
yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari
Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.
Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.”
1 Kor. 13:2: “Sekalipun aku
mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan
memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna
untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama
sekali tidak berguna.” Galatia 5:6: “Sebab bagi orang-orang
yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak
mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih.” Efesus 2:8-9:
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil
usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang
yang memegahkan diri.”
Melalui perumpamaan ini,
Yesus menyingkapkan hati Simon yang tidak menyadari kebutuhannya akan
pengampunan, serta kurangnya kasih dalam tindakannya. Ia membandingkan
perlakuan Simon—yang tidak memberikan air untuk mencuci kaki, tidak mencium
sebagai salam, dan tidak meminyaki kepala-Nya—dengan kasih tulus sang perempuan
yang membasuh, mencium, dan meminyaki kaki-Nya. Perempuan ini menunjukkan kasih
yang besar karena ia menyadari betapa besar dosanya telah diampuni. Yesus
kemudian menegaskan bahwa dosa-dosanya yang banyak telah diampuni karena ia
telah menunjukkan kasih yang besar. Sebaliknya, orang yang sedikit diampuni,
sedikit juga mengasihi.
Akhir perikop ini
menyampaikan puncak ajaran Yesus: Ia berkata kepada perempuan itu, “Dosamu
telah diampuni,” dan “Imanmu telah menyelamatkan engkau; pergilah
dengan selamat.” Pernyataan ini tidak hanya menyentuh hati sang
perempuan, tetapi juga mengejutkan para tamu lain yang mulai bertanya-tanya,
“Siapakah Ia ini, sehingga Ia mengampuni dosa?”
Melalui narasi ini, Lukas menekankan inti dari pengajaran Yesus: pengampunan Allah tidak tergantung pada seberapa besar dosa, tetapi pada sikap hati yang sadar, bertobat, dan penuh kasih. Ia juga mengkritik kemunafikan orang-orang yang merasa “benar” namun tidak memiliki kasih.
Aplikasi
Melalui
renungan ini Tema: Dosamu Telah Diampuni,” adalah beberapa pelajaran penting
yang menjadi renungan bagi kita, yaitu:
1. Pengampunan
Allah Tidak Berdasarkan Besar atau Kecilnya Dosa, Tapi Respons Hati
Dalam perumpamaan dua orang yang berhutang, Yesus
menunjukkan bahwa baik dosa besar maupun kecil, semuanya butuh pengampunan.
Tetapi yang membedakan adalah sejauh mana hati seseorang menyadari kebutuhannya
akan belas kasih Tuhan. Tuhan siap mengampuni siapa saja—yang penting adalah
kerendahan hati dan pertobatan yang sungguh.
2. Kasih
Adalah Bukti Nyata dari Pengampunan yang Diterima
Yesus berkata, “Ia telah banyak berbuat kasih karena
banyak dosanya telah diampuni.” Perempuan itu menunjukkan kasih yang tulus
karena ia mengalami kasih Allah lebih dulu. Kasihnya menjadi buah dari hati
yang telah dipulihkan. Jika kita benar-benar mengalami pengampunan, hidup
kita akan dipenuhi kasih—kepada Tuhan dan sesama.
3. Agama
Tanpa Kasih Bisa Menjadi Kering dan Menghakimi
Simon si Farisi menjalankan agama secara luar, tapi
tidak punya kasih. Ia menghakimi perempuan itu dan meremehkan Yesus. Tapi
justru ia yang gagal memahami kasih karunia. Kesalehan sejati bukan soal
ritual, tapi sikap hati yang penuh kasih dan penerimaan terhadap sesama.
4. Iman
Adalah Kunci untuk Menerima Pengampunan dan Keselamatan
Yesus berkata kepada perempuan itu: “Imanmu telah
menyelamatkan engkau; pergilah dengan selamat.” Bukan perbuatannya yang
menyelamatkan, tapi iman yang disertai kasih dan pertobatan. Perbuatannya hanya
mencerminkan apa yang telah terjadi dalam hatinya. Pengampunan bukan hasil
usaha, tapi anugerah yang diterima melalui iman.
Konklusi
TUHAN YESUS MEMBERKATI
Komentar